Powered By Blogger

Kamis, 28 Oktober 2010

Mekanisme Reaksi

Tugas : Kimia Fisika Organik

MEKANISME REAKSI

Oleh: Abd. Malik

Nim: 10/307253/PFA/994

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS GAJAH MADA

YOGYAKARTA

2010

MEKANISME REAKSI

A. Pendahuluan

Mekanisme reaksi adalah proses nyata yang terjadi dalam suatu reaksi, memperlihatkan ikatan yang putus, urutan-untannya, berapa tahap yang terlibat, kecepatan relatif masing-masing tahap, dan sebagainya. Untuk menyatakan mekanisme secara lengkap maka posisi semua atom harus ditentukan, termasuk molekul pelarut dan energi sistem pada setiap titik dalam proses.

Mekanisme yang diusulkan harus sesuai dengan semua fakta yang ada. Biasanya penulisan mekanisme awalnya didasarkan pada fakta sederhana dan kemudian mencari fakta-fakta baru untuk uraian mekanisme yang mendalam. Selalu perlu adanya penelitian yang lebih mendalam untuk mendapat uraian yang lebih mendalam lagi. Meskipun kebanyakan mekanisme reaksi sekarang ini sudah dapat ditulis dengan baik namun belum ada mekanisme yang diketahui benar-benar sempurna. Masih banyak hal-hal yang membingungkan, dan bahkan masih banyak mekanisme yang belum jelas Masalah ini menjadi sulit karena banyaknya variabel. Banyak contoh yang telah diketahui di mana reaksi berjalan melalui mekanisme yang berbeda pada kondisi yang berbeda. Setiap mekanisme reaksi yang diusulkan harus dapat menjelaskan semua data yang diperoleh dari reaksi bersangkutan.

B. Data termodinamik dan kinetik

1. Persyaratan Termodinamik untuk Reaksi

Subyek yang sangat penting dalam termodinamika adalah keadaan kesetimbangan, maka termodinamika adalah metoda yang sangat penting untuk mejajaki keadaan kesetimbangan suatu reaksi kimia.

Untuk terjadinya reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih rendah daripada energi bebas reaktan, yakni ΔG harus negatif. Reaksi dapat saja berlangsung melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi bebas ditambahkan. Energi bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi H dan entropi S. Kuantitas tersebut dihubungkan dengan persamaan:

ΔG = ΔH – TΔS

Perubahan entalpi dalam suatu reaksi terutama adalah perbedaan energi ikat (meliputi energi resonansi, tegangan, dan solvasi) antara reaktan dengan produk. Perubahan entalpi dapat dihitung dengan menjumlahkan semua energi ikatan yang putus, kemudian dikurangi dengan jumlah energi semua ikatan yang terbentuk, dan ditambahkan dengan perubahan energi resonansi, tegangan, atau energi solvasi.

Perubahan entropi menyatakan ketidak teraturan atau kebebasan sistem. Semakin tidak teratur suatu sistem maka semakin tinggi entropinya. Kondisi yang lebih disukai di alam adalah entalpi rendah dan entropi tinggi; dan di dalam sistem reaksi, entalpi spontan menurun sedangkan entropi spontan meningkat. Bagi kebanyakn reaksi, pengaruh entropi adalah kecil dan entalpi yang paling utama menentukan apakah reaksi dapat terjadi secara spontan. Akan tetapi dalam reaksi jenis tertentu, entropi adalah penting dan dapat mendominasi entalpi. Berikut ini akan dibicarakan contoh tentang hal tersebut.

Di dalam suatu reaksi dalam mana jumlah molekul produk sebanding dengan molekul reaktannya (contoh, A + B → C + D), pengaruh entropi biasanya kecil; tapi jika jumlah molekuknya meningkat (contoh, A → B + C), ada tambahan entropi yang besar karena jika lebih banyak molekul maka lebih banyak pula kemungkinan susunan dalam ruang. Reaksi dalam mana terjadi pemecahan molekul menjadi dua atau lebih bagian maka secara termodinamika lebih disukai karena faktor entropi. Sebaliknya, reaksi dalam mana jumlah molekul produk lebih sedikit daripada molekul reaktannya akan memperlihatkan penurunan entropi, dan dalam hal seperti itu maka harus ada penurunan entalpi yang besar juga untuk mengatasi perubahan entropi yang tidak diinginkan itu.

2. Persyaratan Kinetik Reaksi

Kinetika kimia adalah bahagian ilmu kimia fisika yang mempelajari laju reaksi kimia, faktor-faktor yang mempengaruhinya serta penjelasan hubungannya terhadap mekanisme reaksi.

Reaksi yang dapat berlangsung tidak hanya karena menpunyai ΔG negatif. ΔG yang negatif memang suatu hal yang penting tapi bukan suatu persyaratan yang cukup untuk berlangsungnya suatu reaksi secara spontan. Sebagai contoh, reaksi antara H2 dengan O2 untuk menghasilkan H2O mempunyai ΔG negatif, tapi campuran H2 dan O2 dapat disimpan pada suhu kamar selama berabad-abad tanpa adanya reaksi yang berarti.

Untuk terjadinya reaksi maka variabel energi bebas aktivasi ΔG harus ditambahkan. Situasi ini diilustrasikan dalam Gambar 1. yang merupakan profil energi untuk reaksi satu tahap tanpa spesies-antara. Dalam gambar seperti ini, absis menandai kemajuan reaksi. ΔGf adalah energi bebas aktivasi untuk reaksi maju.

Gambar 1. Profil energi bebas reaksi tanpa spesies-antara di mana produk energi bebas produk lebih rendah daripada energi bebas reaktan

Jika reaksi antara dua molekul atau lebih telah maju ke titik yang berkaitan dengan puncak kurva maka digunakan istilah keadaan transisi untuk posisi inti dan elektron spesies yang ada pada keadaan ini. Keadaan transisi memiliki geometri yang terbatas dan distribusi muatan tapi tidak memiliki keberadaan yang terbatas. Sistem pada titik ini disebut kompleks teraktivasi.

Di dalam teori keadaan transisi, starting material dan kompleks teraktivasi dipertimbangkan ada dalam kesetimbangan dengan tetapan kesetimbangan K. Menurut teori ini, semua kompleks teraktivasi terus berubah menjadi produk dengan kecepatan yang sama sehingga tetapan kecepatan reaksi hanya tergantung pada posisi kesetimbangan antara starting material dengan kompleks teraktvasi, yaitu nilai K ΔG dihubungkan ke K dengan persamaan. ΔG = -2,3RT log K sehingga suatu nilai ΔG yang lebih tinggi adalah disertai dengan suatu tetapan kecepatan yang lebih kecil. Kecepatan hampir semua reaksi meningkat dengan meningkatnya suhu karena penambahan energi dapat membantu molekul melewati rintangan energi aktivasi. Sejumlah reaksi tidak mempunyai energi bebas aktivasi sama sekali, berarti K tidak terbatas dan hampir semua tumbukan mengarah kepada reaksi. Proses seperti itu dikatakan terkontrol difusi (diffusion-controlled).

Seperti halnya ΔG, ΔG terbentuk dari komponen entalpi dan entropi. ΔG = ΔH - TΔS Entalpi aktivasi (ΔH) adalah perbedaan energi ikatan (meliputi energi tegangan, resonansi dan solvasi) antara senyawa starting material dengan keadaan transisi. Di dalam kebanyakan reaksi, ikatan-ikatan telah putus atau putus secara parsial pada sesaat keadaan transisi tercapai; energi yang penting untuk hal ini adalah ΔH. Adalah benar bahwa tambahan energi akan disuplai oleh pembentukan ikatan baru, tapi jika hal ini terjadi setelah keadaan transisi maka hal ini hanya dapat berpengaruhi pada ΔH dan bukan ΔH.

Entropi aktivasi (ΔS) yang merupakan perbedaan entropi antara senyawa starting material dengan keadaan transisi menjadi penting jika dua molekul yang bereaksi saling mendekati satu sama lain dalam suatu orientasi spesifik untuk terjadinya reaksi. Sebagai contoh, reaksi antara alkil klorida non-siklik sederhana dengan ion hidroksida menghasilkan alkena terjadi hanya jika dalam keadaan transisi, reaktan berorientasi seperti yang diperlihatkan. Bukan hanya OH- mendekati hidrogen tersebut tetapi hidrogen harus berorientasi anti terhadap klor.

Ketika dua molekul pereaksi bertabrakan, jika OH- akan mendekati atom klor atau dekat R1 atau R2, tidak ada reaksi yang dapat terjadi. Untuk terjadinya reaksi, molekul-molekul harus melepaskan kebebasan yang dimiliki secara normal untuk menerima banyak susunan yang mungkin dalam ruang dan mengadopsi hanya satu yang mengarah kepada terjadinya reaksi. Jadi melibatkan penghilangan entropi, yakni S adalah negatif. Entropi aktivasi juga bertanggung jawab terhadap sulitnya penutupan cincin yang lebih besar daripada cincin beranggota enam. Untuk terjadinya reaksi penutupan cincin, dua gugus pada ujung rantai harus bertemu. Akan tetapi semakin banyak jumlah karbon maka semakin banyak pula konformasi yang mungkin, dan hanya sedikit dari konformasi tersebut yang ujung-ujungnya saling berdekatan. Jadi pembentukan keadaan transisi mengharuskan penghilangan entropi yang lebih besar.

3. Kontrol Kinetik dan Kontrol Termodinamik

Ada banyak hal dalam mana suatu senyawa di bawah kondisi reaksi yang diberikan dapat mengalami reaksi kompetisi menghasilkan produk yang berbeda.

Gambar 3. Profil energi-bebas untuk suatu reaksi.

Memperlihatkan profil energi-bebas untuk suatu reaksi dalam mana B lebih stabil secara termodinamika daripada C (ΔG lebih rendah), tapi C terbentuk lebih cepat (ΔG lebih rendah). Jika tidak ada satupun reaksi yang revesibel maka C akan terbentuk lebih banyak karena terbentuk lebih cepat. Produk tersebut dikatakan terkontrol secara kinetik (kinetically controlled). Akan tetapi, jika reaksi adalah reversibel maka hal tersebut tidak menjadi penting. jika proses dihentikan sebelum kesetimbangan tercapai maka reaksi akan dikontrol oleh kinetik karena akan lebih banyak diperoleh produk yang cepat terbentuk. Akan tetapi jika reaksi dibiarkan sampai mendekati kesetimbangan maka produk yang akan dominan adalah B. di bawah kondisi tersebut, C yang mula-mula terbentuk akan kembali ke A, sementara B yang lebih stabil tidak berkurang banyak. Maka dikatan bahwa produk terkontrol secara termodinamik (thermodynamically controlled). Tentu saja Gambar 3. tidak menggambarkan semua reaksi dalam mana senyawa A dapat memberikan dua produk. Di dalam banyak hal, produk yang lebih stabil adalah juga merupakan produk lebih cepat terbentuk. Di dalam hal yang demikian, produk kontrol kinetik adalah juga produk kontrol termodinamika.

C. Hubungan energi bebas linear dan efek substituen

Untuk terjadinya reaksi secara spontan, energi bebas produk harus lebih rendah daripada energi bebas reaktan, yakni ΔG harus negatif. Reaksi dapat saja berlangsung melalui jalan lain, tapi tentu saja hanya jika energi bebas ditambahkan. Energi bebas terbuat dari dua komponen yaitu entalpi ΔH dan entropi ΔS. Kuantitas tersebut dihubungkan dengan persamaan:

ΔG = ΔH – TΔS

D. Postulat Hammond

Postulat Hammond yang menyatakan bahwa untuk suatu tahap reaksi tunggal, geometri keadaan transisi untuk reaksi tersebut menyerupai geometri sisi dengan energi-bebas yang lebih dekat energi-bebas keadaan transisi tersebut. Sebagai contoh di dalam reaksi SN2 antara CH3I dan I- (suatu reaksi dalam mana produknya identik dengan senyawa awal), keadaan transisinya harus simetris. Akan tetapi di dalam kebanyakan kasus, untuk mencapai kesimpulan tidaklah mudah dan perlu dibantu dengan Postulat Hammond. Jadi untuk reaksi eksotermis seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5.,

Gambar 5. Diagram jalan reaksi bagi reaksi serempak (garis tebal) dan reaksi tidak serempak (garis putus-putus).

keadaan transisinya lebih menyerupai reaktan daripada produk. Postulat tersebut paling berguna dalam menghubungkan reaksi dengan spesies-antara. Letak keadaan transisi pertama lebih dekat energinya ke spesies-antara daripada ke reaktan, dan dapat diperkirakan bahwa geometri keadaan transisi lebih menyerupai spesies-antara daripada geometri reaktan. Dengan cara yang sama, keadaan transisi kedua juga mempunyai energi bebas lebih dekat ke spesies-antara daripada ke produk, sehingga kedua keadaan transisi lebih menyerupai spesies-antara daripada ke produk atau ke reaktan. Hal ini adalah yang umum terjadi di dalam reaksi yang melibatkan spesies-antara yang sangat reaktif. Oleh karena struktur spesies-antara biasanya lebih dikenal dengan baik daripada keadaan transisi maka pengetahuan tentang spesies-antara sering digunakan untuk membuat kesimpulan tentang keadaan transisi.

E. Efek-efek isotop

Banyak informasi berguna yang telah diperoleh dengan menggunakan molekul yang telah dilabeli isotop dan mengusut jalan reaksi dengan cara tersebut.

Isotop radioaktif sebagai pengusut. Salah satu contoh adalah hidrolisis ester

Ikatan yang mana dari ester yang putus, ikatan asil―O atau alkil―O? Jawaban ditemukan dengan menggunakan H218O. Jika ikatan asil―O putus maka oksigen terlabeli akan tampak dalam asam; sedangkan kalau ikatan alkil―O yang putus maka oksigen terlabeli akan tampak dalam alkohol. Meskipun tak ada satupun senyawa yang radioaktif tapi senyawa yang mengandung 18O dapat ditentukan dengan spektrometer massa.

F. Karakterisasi intermediat reaksi

Reaksi intermediat adalah lembah dari diagram koordinat reaksi seperti Me3C+ pada diagram berikut

Gambar 6. Diagram yang melibatkan proses reaksi intermediat

Reaksi dengan spesies-antara adalah proses dua tahap (atau lebih). Di dalam reaksi ini ada dua keadaan transisi, kedua-duanya mempunyai energi yang lebih tinggi daripada spesies-antara. Di dalam Gambar 2a, puncak kedua adalah lebih tinggi daripada puncak pertama. Bertentangan dengan situasi dalam Gambar 2b. Di dalam suatu reaksi di mana puncak kedua lebih tinggi daripada puncak pertama, ΔG keseluruhan adalah lebih kecil daripada jumlah nilai ΔG untuk dua tahap. Minima di dalam diagram profil energi bebas berkaitan dengan spesies nyata yang mempunyai waktu hidup terbatas. Spesies ini meliputi karbokation, karbanion, radikal bebas, dan sebagainya; atau molekul dalam mana semua atom-atomnya mempunyai valensi normal. Di dalam salah satu hal, di bawah kondisi reaksi spesies-spesies tersebut tidak hidup lama (karena ΔG2‡ kecil) tetapi dengan cepat berubah menjadi produk. Maksima dalam kurva tersebt tidak berkaitan dengan spesies nyata tetapi hanya kepada keadaan transisi dalam mana ikatan hampir putus dan/atau ikatan hampir terbentuk. Keberadaan keadaan transisi hanya sementara dengan waktu hidup sangat mendekati nol.

Gambar 2. (a) profil energi-bebas untuk reaksi dengan suatu spesies-antara. ΔG1 dan ΔG2 masing-masing adalah energi bebas aktivasi tahap pertama dan tahap kedua. (b) Profil energi-bebas untuk suatu reaksi dengan suatu spesies-antara dalam mana puncat pertama lebih tinggi daripada puncak kedua.

G. Katalis asam basa

Banyak informasi tentang mekanisme reaksi yang dapat diperoleh dari pengetahuan tentang zat yang mengkatalis, menghambat, dan yang tidak mempengaruhi reaksi tersebut. Tentu saja sama seperti mekanisme yang harus cocok dengan produk, mekanisme juga harus cocok dengan katalis. Umumnya katalis melakukan aksinya dengan cara memberikan jalan alternatif untuk reaksi dalam mana ΔG lebih rendah daripada jalan tanpa katalis.

Dua hal penting yang menyebabkan adanya katalis dapat mempercepat laju reaksi:

1. Katalis mempercepat laju reaksi ke arah produk maupun ke arah pereaksi, sehingga menghasilkan rendemen produk lebih cepat (rendemen produk tidak lebih banyak daripada reaksi yang tanpa katalis)

2. Katalis dapat menurunkan energi pengaktifan dengan cara menyediakan mekanisme reaksi yang berbeda yang memiliki jalur energi pengaktifan lebih rendah.

Katalis terbagi menjadi dua jenis:

1. Katalis Homogen: yaitu zat berwujud gas, cair atau padat yang dapat larut dalam campuran reaksi.

2. Katalis Heterogen: biasanya adalah zat padat yang berinteraksi dengan pereaksi berwujud gas atau cair. Reaksi berlangsung di permukaan, sehingga semakin luas permukaan katalis, reaksi berlangsung lebih efektif, lebih cepat.

H. Efek solven

Laju reaksi tergantung dari kepolaran pelarut, viskositas, jumlah donor elektron, dan sebagainya. Penambahan suatu elektrolit dapat memperkecil atau menaikkan suatu laju reaksi (pengaruh garam), dan demikian pula adanya buffer.

DAFTAR PUSTAKA

Firdaus, 2009. Kimia Organik Fisis I. Program Studi Kimia Jurusan Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Hasanuddin.

Grossman, R.,B., 2002. The Art of Writing Reasonable Organic Reaction Mechanisms. Second Edition. Springer: New York

Hart, H., Crain,L.E., Hart,D.J.,2003. Kimia Organik: Suatu Kuliah Singkat. Edisi Ke Sebelas. Alih bahasa Suminar Setiati Achmadi. Penerbit Erlangga: Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar