|
DOSEN MUDA
UJI EFEK ANTIDIARE EKSTRAK ETANOL DAUN SALAM (Syzygium polyanthum [Wight.] Walp.) TERHADAP MENCIT (Mus musculus) JANTAN DENGAN METODE TRANSIT INTESTINAL |
Oleh :
- ABD. MALIK (KETUA)
- AKTSAR ROSKIANA AHMAD (ANGGOTA)
Dibiayai oleh DIPA Kopertis Wilayah IX Sulawesi,
Nomor: 0152/023-04.2/XXII/2010 tanggal 31 Desember 2010
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS muslim indonesia
MAKASSAR
2010
BAB I
PENDAHULUAN
Diare adalah suatu gejala klinis dan gangguan saluran pencernaan (usus) yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi defekasi Iebih dan biasanya (berulang-ulang), disertai adanya perubahan bentuk dan konsistensi dan feses menjadi lembek atau cair (Winarno & Sundari 1996)
Gupta (2004) mengemukakan bahwa diare merupakan salah satu masalah utama dalam kasus kematian anak dan bertanggungjawab sampai 19% atas kematian anak dibawah umur lima tahun pada Negara berkembang.
Di Indonesia penyakit diare (mencret) masih merupakan masalah di bidang kesehatan terutama di daerah pedesaan. Angka kesakitan penduduk sekitar 1543% tiap tahun. Dari jumlah tersebut 6080% diderita oleh anak balita(106). Angka kematian yang disebabkan oleh diare mengalami penurunan dari 12,4% (1986) menjadi 7,5% (1992), dan urutan penyebab kematian karena infeksi menduduki urutan ke-3 setelah penyakit tuberkulosis dan infeksi saluran nafas(103). Menurut daftar kunjungan ke Puskesmas/Balai Pengobatan, angka kunjungan karena penyakit tersebut menduduki urutan ke 3. Dan hasil survai penggunaan obat tradisional di Kalimantan Timur penyakit diare termasuk yang sering dikeluhkan oleh masyarakat. (Winarno dan Sundari 1996)
1 |
Banyaknya pasien diare secara otomatis menjadi permasalahan dalam keluarga karena harus membawa kerumah sakit yang tentunya membutuhkan biaya yang tidak sedikit.
Mengingat bahaya-bahaya yang ditimbulkan oleh diare, maka penelitian mencari ekstrak yang lebih efektif sangat penting untuk mencapai sasaran penanganan diare. (Adnyana et al. 2004.)
Penggunaan obat tradisional menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga mengalami peningkatan dan 23,2% (1980) menjadi 29,9% (1986), sedangkan persentase penggunaan tumbuhan obat oleh masyarakat untuk mengobati diare pada anak di bawah 5 tahun sebesar 4%. (Winarno dan Sundari 1996)
Tercatat ada 88 jenis tumbuhan obat yang dinyatakan berkhasiat sebagai obat tradisional diare. Tetapi sampai sekarang pengetahuan maupun pemakaian obat-obat tradisional ini pada umumnya hanya bersumber pada penuturan atau informasi dari orang ke orang, sedangkan informasi ilmiah belum banyak diperoleh. Proses pengolahan obat tradisional pada umumnya sangat sederhana. Di antaranya ada yang diseduh dengan air, dibuat bubuk kemudian dilarutkan dalam air, ada pula yang diambil sarinya; cara pengobatan pada umumnya dilakukan per-oral (diminum). (Pudjarwoto et al.1992)
Penanganan diare dengan menggunakan tumbuhan berkhasiat obat yang secara empiris telah banyak digunakan salah satunya adalah daun salam (Syzygium polyanthum [wight.] Walp.). Daun salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) dalam bentuk ramuan dipercaya masyarakat berkhasiat untuk mengobati diare, kolesterol, tekanan darah tinggi, sakit maag (gastritis), dan kencing manis (diabetes melitus).
Hasil penelitian Benni Warman dalam Dalimartha (2000) menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun salam dapat menghambat pertumbuhan bakteri Escherichia coli, Vibrio Cholera, dan Salmonella sp. Telah diketahui bahwa bakteri E. coli adalah salah satu bakteri pembentuk enterotoksin yang dapat menyebabkan diare.
BAB II
PERUMUSAN MASALAH
A. Identifikasi Masalah
1. Diare merupakan penyakit yang menempati urutan kedua dari 10 penyakit yang paling menonjol sepanjang tahun 2008.
2. Informasi empiris dari masyarakat tentang tumbuhan obat yang dapat berefek untuk pengobatan diare cukup banyak tapi belum dapat dibuktikan secara ilmiah.
3. Daun Salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) secara ilmiah belum terbukti berefek sebagai obat diare tapi masih sebatas informasi empiris.
4. Ekstrak etanol daun salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) menunjukkan aktivitas antibakteri terhadap bakteri Escherichia coli.
5. Belum ada data ilmiah tentang efek ekstrak etanol daun salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) sebagai obat diare
B. Rumusan Masalah
Penyakit diare di Indonesia selalu menjadi masalah di bidang kesehatan terutama diwilayah pedesaan atau pemukiman kumuh yang tidak memperhatikan kebersihan dan umumnya dihuni oleh masyarakat kurang mampu. Pengobatan diare dapat dilakukan dengan menggunakan obat tradisional yang sudah diketahui secara empiris. Daun salam sebagai salah satu tumbuhan yang secara empiris dapat mengobati diare perlu dilakukan penelitian tentang :
- Bagaimana efek antidiare ekstrak etanol Daun Salam (Syzygium polyanthum [wight.] Walp.) terhadap hewan coba mencit (Mus musculus) jantan?.
-
3
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. Uraian Tumbuhan
a. Klasifikasi Tumbuhan (Van Steenis 1992, Heyne 1987)
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotiledonae
Bangsa : Myrtales
Suku : Myrtaceae
Marga : Syzygium
Jenis : Syzygium polyanthum [wight.] Walp.)
b. Nama Daerah (Hayne 1987)
Jawa : Salam, gowok (sunda), salam, manting, (Jawa), salam (Madura),
Sumatera : Meselangan, ubar serai (Melayu)
Kangean : Kastolam
c. Morfologi Tumbuhan (Dalimartha 2000)
Salam tumbuh liar di hutan dan pegunungan, atau ditanam di pekarangan dan sekitar rumah. Pohon ini dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1400 m dpl.
4 |
d. Kandungan kimia (Dalimartha 2000)
Minyak atsiri, (Sitral, eugenol), tannin, dan flavanoid.
e. Kegunaan tanaman (Dalimartha 2000)
Daun digunakan untuk pengobatan: Kolesterol tinggi, diare, kencing manis (diabetes mellitus), tekanan darah tinggi (hipertensi), sakit maag (gastritis).
B. Uraian Penyakit Diare
1. Defenisi
Diare adalah defekasi yang sering dalam sehari dengan feses yang lembek atau cair, terjadi karena chymus yang melewati usus kecil dengan cepat pula sehingga tidak cukup waktu untuk absorbs, hal ini menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan elektrolit. (Adnyana, 2004)
Diare akut timbul secara mendadak dan berhenti cepat, umumnya disebabkan oleh infeksi virus atau kuman, dan berlangsung dalam waktu kurang dari dua minggu, sedangkan diare kronik atau diare berulang adalah diare yang timbul perlahan dapat berlangsung berminggu-minggu, dapat berupa gejala fungsional atau akibat penyakit berat (Tan dan Rahadja, 2002).
2. Klasifikasi diare
Mellinkoff membagi klasifikasi diare berdasarkan gangguan faal yaitu :
1) Dorongan di dalam usus normal yang terlalu cepat disebabkan oleh :
a. Rangsangan saraf yang abnormal terdapat pada Psychoganic diarhea atau keracunan Mecolyl.
b. Pengaruh zat kimia terhadap motililas yang abnormal, misalnya pada sindroma karsinoid, penyakit Addsoris thirotoksikosis.
c. Iritasi pada intestine, misalnya pada pemakaian Oleum ricini, Kolitis ulserativa, perikolil abses, Amebiasis, Uremik kolitas dll.
d. Hilangnya simpanan dikolon misalnya, pada dekstruksi spchincterani, ileostomi dan lain-lain.
2) Gangguan pencernaan makanan, karena :
a. Hilangnya fungsi reservoir dari lambung misalnya pada postgastrektomi timbul sindroma dumping.
b. Penyakit pancreas.
c. Insufisiensi sepanjang intestine.
d. Kemungkinan adanya sekresi abnormal dari HCl, misalnya pada sindroma Zollinger Ellison.
3) Absorpsi abnormal pada pencernaan makanan misalnya,
a. Penyakit hati.
b. Penyakit pada intensin
c. Obstruksi mesenterik misalnya karsinomatosis atau pada TBC.
Moses membagi berdasarkan penyebabnya :
1) Infeksi
A. Parasit seperti : Amebiasis, Balantidiasis, Helmintiasis
B. Bakterial seperti : Escheria Coli, Basiler disentri, Para cholera El Tor, Salmonellosis, tuberculous enterokolitis, Enteropathogenic, Staphylococcus enterokolitis
C. Enteroviral : virus gastroenteritis, keracunan makanan, karena toksin bakteri, misalnya : Botulisme, Staphylococcus, atau toksin yang dikeluarkan oleh makanan sendiri.
2) Diare akibat obat-obatan, seperti antibiotic, quinidin, colchicin, digitalis, reserpin, laksatif dan obat-obatan yang lain.
3) Diare yang etiologinya tidak past, misalnya : Pseudomembranus enterocolitus.
4) Diare Psichogenic.
Diare terjadi akibat gangguan mekanisme tubuh,yaitu:
1. Kurangnya absorbsi zat osmotic dari lumen usus, disebut diare osmotic.
2. Sekresi cairan dan eletrolit yang meningkat, disebut diare sekretorit
3. Absorbsi elektrolit berkurang, diare jenis ini yang sering terjadi pada sindrom kolon (irritatif) dan hypertiroid. Sindrom karsinoid sebagian juga disebabkan juga pada peningkatan pristaltik akibat pengaruh serotonin
4. Motilitas usus yang meningkat / hyperistaltik atau waktu transit yang pendek
5. Sekresi eksudat, disebut diare eksudatif. Diare ini terjadi pada koilitis ulserosa da pada penyakit crohn.selain itu diare pada amebiasis dan infeksi mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan serta mukos.
3. Pembagian obat diare (Tan dan Rahardja, 2002)
Golongan-golongan obat yang sering digunakan pada diare adalah :
a. Kemoterapeutika, untuk terapi kausal
b. Obstipansia, untuk terapi simptomatik
c. Spasmolitik, yakni zat-zat yang dapat melepaskan kejang-kejang otot yang sering mengakibatkan nyeri perut pada diare.
C. Metode Ekstraksi Bahan Alam (Harborne 1987, [Ditjen POM] 1986)
Ekstraksi adalah penyarian zat-zat berkhasiat atau zat-zat aktif dari bagian tanaman obat, hewan dan beberapa jenis ikan termasuk biota laut. Tujuan ekstraksi bahan alam adalah untuk menarik komponen kimia yang terdapat pada bahan alam. Ekstraksi ini didasarkan pada prinsip perpindahan massa komponen zat ke dalam pelarut, dimana perpindahan mulai terjadi pada lapisan antar muka kemudian berdifusi masuk ke dalam pelarut. Zat-zat aktif tersebut terdapat di dalam sel, namun sel tanaman dan hewan berbeda. Umumnya zat aktif yang terkandung dalam tanaman maupun hewan lebih larut dalam pelarut organik.
Jenis-jenis ekstraksi
Dalam proses ekstraksi dikenal dua jenis metode ekstraksi yaitu :
1. Metode dingin terdiri dari: metode maserasi, metode perkolasi, metode soxhletasi
2. Metode panas terdiri dari: metode refluks, metode destilasi uap
Salah satu metode ekstraksi adalah maserasi dengan cara penyarian yang sederhana, yaitu dengan memasukkan 10 bagian simplisia dengan derajat halus yang cocok ke dalam bejana, kemudian dituangi dengan cairan penyari 75 bagian, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari, terlindung dari cahaya sambil diaduk sekali-sekali setiap hari hari lalu disaring.
D. Uraian Hewan Coba (Malole 1989)
Mencit (Mus musculus) tergolong dalam kelas mamalia,bangsa rodentia, dan suku Moridae, adalah hewan pengerat (rodenia) yang cepat berbiak, mudah dipelihara dalam jumlah banyak, variasi genetiknya cukup besar serta sifat anatomis dan fisiologisnya terkarakterisasi dengan baik. Mencit hidup dalam daerah yang cukup luas penyebarannya mulai dari iklim dingin hingga panas, dapat hidup terus menerus dalam kandang atau secara bebas sebagai hewan liar. Mencit dapat mencapai umur 2-3 tahun tetapi terdapat perbedaan besar dalam usia maksimum dari berbagai galur mencit terutama karena perbedaan dalam kepekaan terhadap penyakit.
Karakteristik Mencit adalah berat badan dewasa untuk jantan 20– 40 gram, betina 25–40 gram, tempratur tubuh 36,5–38o C, lama hidup 1,5 – 3,0 tahun, masa fertilisasi 50-60 hari, lama hamil 19-21ari, jumlah anak / kelahiran 10–12.
E. Uraian Bahan
1) Loperamid-HCl ([Ditjen POM] 1995, Ganiswarna 1995, Tan 2002)
Loperamid-HCl secara structural mirip dengan dengan haloperidol dan meperidin. Loperamid-HCl digunakan untuk mengobati diare akut non spesifik dan diare kronik yang disebabkan oleh peradangan saluran pencernaan. Pada dosis yang sama. Loperamid-HCl menunjukkan onset yang lebih cepat dan durasi yang lebih lama dibandingkan dengan defenoksilat atau kodein. Waktu paruhnya 7 – 14 jam. Loperamid-HCl bekerja langsung pada otot sirkuler dengan menurunnya prostaglandin, aktivitas otot sirkuler secara serentak diturunkan. Loperamid-HCl juga memiliki aktivitas antisekretorik, disamping aktivitas antimotilitas. Loperamid-HCl mengaktivasi reseptor pada usus halus dari usus besar dan meningkatkan kontraksi segmen sehingga waktu lintas usus dapat memperlambat dan waktu untuk absorbsi air dapat lebih banyak. Dosis untuk diare akut dan kronik : dosis awal 4 mg, kemudian iap jam 2 mg maksimal sehari 16 mg.
2) Natrium Klorida (NaCl) Fisiologik ([Ditjen POM]1995,)
Larutan garam faal atau infus natrium klorida mengandung natrium klorida tidak kurang dari 0,85% dan tidak lebih dari 0,95%. Larutan jernih, tidak berwarna, rasa agak asin, dengan keasaman dan kebasaan pH 4,5-7,0.
3) Gomarab ([Ditjen POM] 1995)
Gomarab atau gom akasia adalah eksudat gom kering yang diperoleh dari batang dan dahan Acasia senegal Willd. Tidak berbau, mudah larut dalam air, menghasilkan larutan yang kental dan tembus cahaya dan digunakan sebagai zat tambahan
4) Norit (Karbo adsorbens). (Tan dan Rahardja 2002)
Karbo adalah arang halus (nabati atau hewani) yang telah diaktifkan secara tertentu. Memiliki daya ikat pada permukaan (adsorbsi) yang kuat, terutama terhadap zat-zat yang molekulnya besar, misalnya alkaloid, toksin-toksin bakteri atau zat-zat racun yang berasal dari makanan.
BAB IV
TUJUAN PENELITIAN
- Untuk membuktikan efek antidiare ekstrak etanol daun salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) terhadap hewan coba mencit (Mus musculus) jantan.
2. Untuk mengetahui pada konsentrasi berapa ekstrak etanol daun salam (Syzygium polyanthum [wight.] Walp.) efektif digunakan sebagai obat antidiare terhadap hewan coba mencit (Mus musculus) jantan.
11 |
BAB V
METODE PENELITIAN
A. Metode Protokol Penapisan Terarah Aktivitas Antidiare ([KKIPM] 1993)
Protokol penapisan terarah aktivitas antidiare ditunjukkan terbatas pada aktivitas obat yang dapat memperlambat peristaltik usus, sehingga mengurangi frekuensi defekasi dan memperbaiki konsistensi feses. Dua metode uji yang bisa digunakan, yaitu metode transit intestinal dan metode proteksi terhadap diare yang disebabkan oleh oleum ricini. Metode uji berdasarkan transit intestinal digunakan pula pada protokol penapisan terarah aktivitas laksansia.
Prinsip metode transit intestinal
Metode transit intestinal dapat digunakan untuk mengevaluasi aktivitas obat antidiare, laksansia, antispasmodik, berdasarkan pengaruhnya pada rasio jarak usus yang ditempuh oleh suatu marker dalam waktu tertentu terhadap panjang usus keseluruhan pada hewan percobaan mencit atau tikus.
Obat diare akan memperkecil rasio, sedangkan obat laksansia dan obat antispasmodik akan memperbesar rasio ini dibandingkan rasio pada hewan tanpa perlakuan.
B. Alat yang digunakan : Alat pemotong sampel, batang pengaduk, corong, rotapavor, gelas kimia 100 ml, dan 250 ml (pirex), gelas ukur 100 ml (pyrex), kandang mencit, kompor listrik, labu ukur 100 ml (pyrex), pipet volume, seperangkat alat maserasi, spoit oral, Oven listrik, timbangan analitik, timbangan O'hauss, alat pengukur (mistar), meja bedah
C.
12 |
D. Hewan Uji
Mencit (Mus musculus) jantan dewasa sehat dengan bobot badan 20-30 g.
E. Prosedur Penelitian
1. Penyiapan dan determinasi Sampel Uji
Sampel berupa daun salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) diambil di Desa Manyampa Kecamatan Ujung Loe Kabupaten Bulukumba, dengan cara dipetik/dipotong secara manual dan dideterminasi di laboratorium Farmakognosi-Fitokimia Fakultas Farmasi UMI. Setelah dideterminasi sampel dicuci bersih, dipotong-potong kecil dengan diameter ± 5 mm, dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan dan tidak terkena sinar matahari langsung,atau dikeringkan dalam oven pada suhu kurang dari 40oC.
2. Pembuatan bahan penelitian
a) Ekstraksi ([Ditjen POM] 1986, Tobo 2001, Amin 2008)
Simplisia ditimbang sebanyak 500 gram, dimasukkan dalam bejana maserasi, lalu ditambahkan etanol hingga seluruh simplisia terendam, ditutup dan dibiarkan selama 5 hari dan sesering mungkin diaduk, kemudian disaring ke dalam wadah penampung. Pengerjaan ini diulangi sebanyak 3 kali dan ekstrak cair yang diperoleh dikumpulkan kemudian diuapkan dengan rotavapor (Rotary Vacuum Epavorator) hingga diperoleh ekstrak kental. Ekstrak kental ditimbang sebanyak 1 gram dan disuspensikan dengan Na.CMC 100 ml, hingga diperoleh konsentrasi 1% hal yang sama dilakukan untuk membuat konsentrasi 2% dan 3%.
b) Pembuatan Suspensi Loperamid-HCl (Amin 2008)
Suspensi Loperamid-HCl dibuat dengan cara menimbang 20 tablet lodia kemudian dihitung bobot rata-ratanya tiap tablet, lalu semua tablet digerus halus. Ditimbang serbuk tablet lodia sebanyak 66,5 mg yang setara dengan 0,5 mg loperamid–HCl (dosis 2 mg/kgBB). Kemudian dimasukkan dalam lumpang. Ditambah larutan koloidal NaCMC 1% b/v sedikit demi sedikit sambil digerus hingga homogen. Dimasukkan kedalam labu ukur 100 ml dan volumenya ducukupkan dengan larutan koloidal NaCMC 1% b/V hingga 100 ml.
3. Penyiapan dan Pengelompokan Hewan Uji ([KKIPM] 1993)
Hewan uji yang yang digunakan sebanyak 25 ekor dipuasakan makan selama lebih kurang 18 jam, minum tetap diberikan. Setelah ditimbang, hewan dikelompokkan secara rawu yang dibagi dalam 5 kelompok, tiap kelompok terdiri dari 5 ekor, kelompok I sebagai kontrol, kelompok II sebagai pembanding dan kelompok III, IV dan V sebagai kelompok uji.
4. Pengujian Sampel terhadap Hewan Uji Mencit ([KKIPM] 1993)
Pada waktu t=0, semua kelompok diberi perlakuan secara oral. Kelompok kontrol (I) diberi larutan fisiologis 1 ml/100 g BB. Kelompok pembanding (II) diberi obat suspense Loperamid-HCl 0,0008% dengan volume pemberian 1 ml/100 g BB dan kelompok III, IV, dan V masing-masing diberi ekstrak etanol daun salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) dengan konsentrasi 1%, 2% dan 3%, dengan volume masing-masing sebanyak 1 ml / 100 g BB. Setelah t=45 menit semua hewan diberi suspense norit secara oral 0,1 ml/10 g BB. Pada t=65 menit semua hewan dikorbankan secara dislokasi tulang leher. Usus dikeluarkan secara hati-hati, sampai teregang. Panjang usus yang dilalui marker norit mulai dari pylorus sampai ujung akhir (berwarna hitam) diukur. Demikian pula panjang seluruh usus dari pylorus sampai rectum dari masing-masing hewan. Kemudian dari masing-masing hewan dihitung rasio normal jarak yang ditempuh marker terhadap panjang usus seluruhnya.
5. Pengumpulan data
Nilai rasio kemudian dirata-rata untuk masing-masing kelompok, dan nilai dari masing-masing kelompok tersebut dibandingkan.
6. Analisis Data
Data yang diperoleh dievaluasi secara statistik dengan Anova dan uji Lanjutan.
BAB VI
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Parameter pengujian adalah perbandingan antara jarak rambat marker (norit) dengan ukuran usus dari fundus ke pilorus
Perlakuan Replikasi | Na-CMC | 1% | 2% | 3% | Loperamid-HCl | Total | Rerata |
1 | 0,6836 | 0,1379 | 0,1976 | 0,0327 | 0 | ||
2 | 0,6522 | 0,2842 | 0,204 | 0,1839 | 0,021 | ||
3 | 0,6769 | 0,3333 | 0,02 | 0,021 | 0,1851 | ||
Total | 2,0127 | 0,7554 | 0,4216 | 0,2376 | 0,2061 | 3,6334 | |
Rerata | 0,6709 | 0,2518 | 0,1405 | 0,0792 | 0,0687 | 0,2422 |
Tabel 1. Data hasil pengukuran rasio perambatan marker
Gambar 1. Diagram batang pengukuran rasio perambatan marker
Sumber keseragaman | DB | JK | KT | FH | F T | |
5% | 1% | |||||
Perlakuan | 4 | 0,7561 | 0,1890 | 23,2313* | 9,01 | 28,24 |
Galat | 10 | 0,0814 | 0,0081 |
| ||
Total | 14 | 0,8374 |
|
16 |
Keterangan (*) berbeda nyata karena nilai FH >FT 5% dan <>
B. Pembahasan
Tumbuhan Daun Salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) tumbuh liar di hutan dan pegunungan, atau ditanam di pekarangan dan sekitar rumah. Pohon ini dapat ditemukan di daerah dataran rendah sampai ketinggian 1400 m dpl.
Secara empiris Tumbuhan Daun Salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) digunakan sebagai obat kolesterol, diare, kencing manis (diabetes mellitus), tekanan darah tinggi (hipertensi), sakit maag (gastritis). Penggunaan sebagai obat diare oleh masyarakat dengan menggunakan rebusan tanpa takaran yang jelas sehingga penggunaannya belum dapat dipertanggungjawabkan.
Daun salam yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini diperoleh dari desa Manyampa, Kecamatan Ujung Loe, Kabupaten Bulukumba, Sulawesi Selatan. Sampel daun tua diambil secara manual dengan memetik langsung pada dahan pohon salam kemudian dikeringkan dan dideterminasi di laboratorium Farmakognosi-Fitokimia UMI.
Pengerigan dilakukan secara alamiah pada tempat yang tidak terpapar langsung oleh cahaya matahari. Hal ini untuk menghindari kemungkinan terjadinya kerusakan pada kandungan kimia tumbuhan tersebut. Sampel yang kering kemudian disortasi kering untuk menghilangkan bahan-bahan lain atau pengotor, setelah itu dipotong-potong kecil untuk memudahkan dan mempercepat proses ekstraksi.
Metode Ekstraksi yang digunakan adalah maserasi karena metode ini cukup sederhana dalam mengekstraksi bagian daun dari tumbuhan.
Sebanyak 250 g sampel kering diekstraksi dengan 2000 mL etanol diperoleh ekstrak kental sebesar 6,5 g. Ekstrak kental yang diperoleh digunakan sebagai sampel uji dengan membuat konsentrasi 1%, 2%, dan 3%.
Hewan coba mencit yang digunakan berjumlah 15 ekor berjenis kelamin jantan karena dianggap tidak banyak mempengaruhi secara fisik. Pengaruh fisik yang dapat mengganggu pengamaatan pada proses penelitian ini adalah kehamilan sehingga penggunaan mencit betina dihindari. Dari 15 ekor dipilih secara rawu dalam lima kelompok setiap kelompok terdiri dari tiga ekor mencit.
Pada metode transit intestinal yang menjadi parameter pengukuran adalah rasio antara jarak rambat marker dengan panjang usus keseluruhan. Jika suatu bahan mempunyai efek antidiare maka rasio rambat marker yang dihasilkan kecil sebaliknya jika bahan yang mempunyai efek laksatif maka rasio yang dihasilkan lebih besar.
Data rata-rata hasil pengukuran nilai rasio perambatan marker pada usus mencit terlihat bahwa kontrol Na-CMC mempunyai rasio yang lebih besar dari perlakuan yang lain yaitu 0,6709, konsentrasi 1% 0.2518, konsentrasi 2% 0,1405, 3% sebesar 0,0792 dan loperamid-HCl 0,634. Ekstrak dengan konsentrasi 2% dan 3% mempunyai nilai rasio yang tidak berbeda nyata dengan loperamid-HCl. Sehingga konsentrasi 2% sudah efektif digunakan sebagai obat antidiare karena efeknya tidak berbeda nyata dengan obat moderen yang beredar dipasaran dan sudah dikenal luas dalam pengobatan diare.
Analisis varian menunjukan perbedaan yang nyata (Signifikan) karena FH > dari FT taraf 5% dan < style=""> sehingga ada pengaruh yang signifikan pada pemberian ekstrak Daun Salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) terhadap perubahan jarak rambat norit dibandingkan dengan kontrol Natrium CMC.
Berdasarkan hasil perhitungan antar perlakuan dari ke lima variabel menunjukkan antara Na-CMC dengan semua variabel uji berbeda sangat nyata (sangat signifikan), sedangkan antara sampel uji 1% dengan 2% tidak berbeda nyata (non signifikan), antara 1% dengan 3% dan pembanding Loperamid-HCl berbeda nyata (signifikan), dan antara 2%, 3% dengan Loperamid-HCl menunjukjan nilai yang tidak berbeda nyata (Non signifikan).
Hal ini menunjukan ekstrak Daun Salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) mempunyai potensi besar sebagai obat antidiare.
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
VII. 1. Kesimpulan
A. Ekstrak etanol Daun Salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) mempunyai aktifitas antidiare.
B. Aktifitas antidiare Daun Salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) tidak berbeda nyata dengan loperamid-HCl pada konsentrasi 2%.
VII. 2. Saran
Perlu dilakukan isolasi senyawa aktif antidiare dari ekstrak Daun Salam (S. polyanthum [wight.] Walp.) untuk mengetahui senyawa yang berperan dalam mengobati diare pada mencit.
20 |
DAFTAR PUSTAKA
Adnyana, I.K., Yulinah,E., Sigit, J.I., Fisheri K., Insanu,M. 2004. Efek Ekstrak Daun Jambu Biji Daging Buah Putih dan Jambu Biji Daging Buah Merah Sebagai Antidiare. Acta Pharmaceutica Indonesia, Vol. XXIX, No.1
Amin, A., Malik, A. Handayani, V. 2008. Efek Antidiare Ekstrak Etanol Herba Permot (Passiflora Foetida L.). Fakultas Farmasi. UMI, Makassar.
Dalimartha, S., 2000. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid 2, Trubus Agriwidya, Jakarta.
[Ditjen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1986. Sedian Galenik. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. hlm 8,10 dan 16.
[Ditjen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan. 1989. “Materi Medika Indonesia”. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta. hlm 67.
[Ditjen POM] Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, 1995. Farmakope Indonesia. Edisi IV, Depkes RI, Jakarta.
[KKIPM] Kelompok Kerja Ilmiah Phyto Medica, 1993. Penapisan Farmakologi Pengujian Fitokimia dan Pengujian Klinik, Yayasan Pengembangan Obat Bahan Alam Phytomedica, Jakarta, 19–21.
Ganiswarna, S., 1995. Farmakologi dan Terapi Edisi IV, Bagian Farmakologi FKUI, Jakarta.
Gunawan, A.W., Achmadi, S.S., Arianti, L. 2008. Pedoman penyajian karya ilmiah. Bogor:IPB Press
Gupta, Y.K., Gupta, M., Aneja, S., Kohli, K. 2004. Current Drug Therapy of Protozoal Diarrhoea. Indian Journal of Pediatrics. Volume 71,55
Harborne, J.B., 1987. Metode Fitokimia, Penuntun Cara Modern Mengekstraksi Tumbuhan, Terjemahan Padmawinata K., Penerbit ITB., Bandung
Heyne., K. 1987. “Tumbuhan Berguna Indonesia”, jilid IV, edisi 1. Badan Penelitian dan Pengembangan kehutanan. Jakarta. hlm 1760.
21 |
Pudjarwoto, T. et al. 1992. Daya Antimikroba Obat Tradisional Diare terhadap Beberapa Jenis Bakteri Enteropatogen. Cermin Dunia Kedokteran. No. 76: 45
Saputra. 6 Agustus 2008. Pasien Diare dan DBD dominasi rumah sakit. Fajar:25.
Sastroamidjojo, S. 2001. Obat Asli Indonesia. Cetakan ke enam. Dian Rakyat. Jakarta. hlm 75-76.
Sukandar, E.Y., et al. 2008. ISO Farmakoterapi. PT. ISFI Penerbitan. Jakarta
Tjiptosoepomo,G. 1988. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Gajah Mada Universitas Press. Yogyakarta. hlm 354.
Tobo, F., Mufidah, Taebe, B., Mahmud, I., 2001. Fitokimia I: Ekstraksi Komponen Kimia Bahan Alam. FMIPA Unhas : Makassar
Tan,T.H., Raharja, K., 2002, Obat-Obat Penting, Edisi V, Cetakan Pertama, Penerbit PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.
Van Steenis. C.G., 1992. Flora: Untuk Sekolah Di Indonesia, Terjemahan oleh Suryowinoto. M., Cetakan ke-VI., Penerbit PT. Pradnya Paramita., Jakarta.
Winarno, M.W., dan Sundari, D., 1996. Pemanfaatan Tumbuhan sebagai Obat Diare di Indonesia. Cermin Dunia Kedokteran. No. 109, 25